Bagiku menjadi seorang pemimpin tidaklah mudah. Kenapa, karena menjadi seorang pemimpin kita harus harus tegas, berani, jujur, cermat, terampil, kreatif, mandiri dan serta mempunyai tanggung jawab yang sangat besar untuk mengatur bawahan/ anggota kita. Menjadi seoran pemimpin, harus bisa dicontoh oleh para bawahan/ anggotanya. Misalnya, seorang pemimpin sifatnya harus lebih baik dari bawahan / anggotanya. Seorang pemimpin juga harus bisa menyelesaikan masalah, banyak akal dan kreatif. Karena itu jika aku menjadi pemimpin maka aku selalu mengembangkan pikiranku, agar orang yang telah memilihku menjadi pemimpim lebih yakin memilihku untuk menjadi pemimpin. Tetapi menurutku, menjadi seorang pemimpin bisa dimiliki oleh siapa pun. Karena setiap orang itu adalah pemimpin. Sebagai seorang pemimpin juga harus dapat menerima perbedaan pendapat, dan jadi seorang pemimpin itu harus tetap rendah hati, mau mendengarkan suara dari bawahan/anggota.
Seandainya aku menjadi seorang pemimpin sebuah perusahaan maka tentu saja aku harus mempunyai Visi, misi, Tujuan dan Strategi apa yang aku harus jalankan agar perusahaan yang aku pimpin tambah maju dan berkembang. Sebagai seorang Direktur tentu saya harus menguasai permasalahan serta menguasai secara mendalam kondisi perusahaan yang akan saya pimpin.
Seperti yang kita ketahui bahwa visi itu adalah cita – cita maka ababila Saya menjadi seorang Direktur maka visi saya adalah : menjadikan perusahaan yang saya pimpin menjadi perusahaan yang dapat diandalkan oleh perusahaan lain serta mensejakterakan anggota/ karyawan saya.
Untuk mewujudkan visi tersebut maka tentunya saya harus mempunyai misi. Adapun arti dari misi itu adalah bagaimana cara kita agar cita- cita yang kita inginkan terwujud (bagaimana menggarap cita- cita). Adapun misi saya seandainya saya menjadi Direktur adalah : Menyelenggarakan pengelolaan perusahaan, pengembangan, dan pemanfaatan perusahaan secara baik dan inovatif, sehingga tercapai pemanfaatan optimal dan memperoleh hasil yang dapat digunakan untuk menumbuh-kembangkan perusahaan yang akhirnya memberi konstribusi berupa keuntungan bagi perusahaan dan karyawan itu sendiri.
Dalam rangka pencapaian cita – cita tersebut maka saya beserta seluruh perangkat perusahaan yang dimotori oleh Saya sebagai seorang Direktur membuat strategi dan taktik serta analisa lapangan yang dilanjutkan dengan perencanaan tugas lapangan, working plan meliputi langkah-langkah kerja, jadwal serta penanggung jawab, yang didalam perusahaan sering disebut sebagai Plan, Do, Check, Action (PDCA) atau Planning, Organizing, Actuiting, Controling (POAC), dengan pengertian yang sederhana adalah : ada perencanaan, ada organisasinya, dikerjakan, dievaluasi/dikontrol.
Perusahaan yang efektif dan efisien dalam mencapai tujuannya harus dikelola secara profesional. Pengelolaan perusahaan yang profesional akan membentuk budaya organisasi/ perusahaan yang profesionai pula, sebaliknya organisasi/ perusahaan yang seadanya dan sekedar amatiran, tanpa pemikiran yang mendalam, sistematis, serta strategis yang tepat akan menghasilkan budaya organisasi/ perusahaan yang seadanya dan efektifitas dari pencapaian tujuan organisasi/ perusahaan yang kurang baik.
Hal ini dapat dilihat dari sudut pencapaian tujuan yang dapat menyimpang dan tidak sesuai dengan visi, misi, dan tujuan, serta target waktu yang lamban dan cepat atau lambat akan ketinggalan malahan bisa menimbulkan kegagalan.
Staretegi yang akan saya jalankan untuk mewujudkan visi saya sebagai seorang direktur adalah langsung Melihat, Merasakan, dan Melakukan Perubahan.
Melihat, strategi melihat yang saya maksud disini adalah Saya sebagai pimpinan perusahaan/ Direktur melihat langsung bagaimana bawahan/ karyawan saya memberikan pelayanan kepada klien/ pelanggan. Seorang pimpinan puncak perusahaan yang menginginkan adanya perubahan kualitas layanan kepada pelanggan, yang harus diterapkan di seluruh jajaran perusahaan, berhasil membuat karyawan ”melihat” urgensi untuk berubah dengan memperlihatkan video yang melibatkan pelanggan, baik yang masih setia ataupun pelanggan yang sudah meninggalkan perusahaan. Dengan melihat langsung, kita dapat menilai buruknya kualitas layanan kepada pelanggan, Saya juga sebagai Direktur juga akan mencoba menginterview terhadap pelanggan-pelanggan yang kecewa dan sakit hati terhadap layanan yang diberikan. Para pelanggan juga diharapkan menceritakan bagian-bagian mana yang membuat mereka tidak puas, dan kenapa mereka berniat untuk pindah ke perusahan lain, saya berharap pelanggan saya mau bercerita tentang keburukan layanan perusahaan. Dengan cara melihat itu, kita akan mecoba melakukan pelayanan yang lebih baik lagi.
Staretegi berikutnya adalah merasakan, Urgensi yang berhasil ”diperlihatkan” kepada pimpinan dan karyawan di seluruh jajaran perusahaan akan membuat mereka ”merasakan” perlunya dilakukan berbagai perubahan untuk memecahkan masalah yang sudah terjadi ataupun yang akan terjadi. ”Perasaan” mempunyai kekuatan yang lebih dahsyat dari pada sekadar membaca angka-angka dalam laporan statistik ataupun laporan bulanan. ”Perasaan” atau emosi yang kuat seperti inilah yang perlu dibangkitkan oleh pimpinan untuk menggerakkan para pendukung untuk melakukan perubahan. Misalnya: Karyawan dalam ilustrasi pertama, yang telah berhasil dibuat untuk ”melihat” dampak yang luar biasa dari kualitas pelayanan yang buruk, ”merasa” bahwa perubahan kualitas layanan memang merupakan hal yang kritis untuk dilakukan. Kalau perubahan tidak dilakukan maka pelanggan akan lari dan perusahaan akan kehilangan kesempatan untuk membukukan keuntungan yang berakibat pada tutupnya usaha dan hilangnya kesempatan kerja bagi kita semua.
Staretegi berikut yang akan saya jalankan adalah melakukan perubahan. Setelah emosi kuat untuk berubah tumbuh disetiap hati sanubari para karyawan kami, maka sebagai seorang pemimpin. Direktur perlu memberikan arah dan pedoman bagi para pendukung (Seluruh anggota/ Karyawan) untuk melakukan perubahan. Arah dan pedoman ini akan saya bentuk dalam sebuah tim.Tim inilah yang akan berfungsi sebagai tim sukses untuk melakukan perubahan yang akan digulirkan diperusahaan kami ini.
Anggota dari tim ini akan saya diambil dari berbagai divisi di perusahaan kami , sehingga dapat merepresentasikan dan dapat mewadahi aspirasi semua bagian terkait. Umumnya mereka adalah pimpinan/ manajer di masing- masing bidang/ divisi, sehingga mempunyai otoritas juga untuk menggulirkan perubahan dari atas ke bawah di bagian yang menjadi tanggung jawab mereka masing-masing. Kriteria lain dari tim sukses untuk melakukan perubahan adalah: kepemimpinan, integritas, dan keluasan jaringan hubungan dengan karyawan dalam divisinya dan antardivisi.
Ketiga prinsip di atas: ”Melihat”, ”Merasakan” dan ”Melakukan perubahan” saya usahakan tidak bermuara pada pendekatan manajemen, teknis, anggaran, ataupun pendekatan ilmiah yang canggih lainnya, melainkan bermuara pada manusia-manusia yang terlibat dalam perubahan tersebut. Dengan demikian langkah yang diambil juga haruslah yang berujung pada perubahan sikap ”manusia”.
Tentukan Tujuan. Yang terpenting untuk ditentukan juga dalam sebuah perubahan adalah tujuah dari perubahan tersebut, atau dalam bahasa ”gaul” di dunia bisnis adalah ”Visi”.
Jika visi telah ”diperlihatkan” dan ”dirasakan” oleh seluruh jajaran, bisa lebih mudah dipahami dan dihayati. Dengan demikian seluruh karyawan bisa saling termotivasi untuk ”melaksanakan” upaya untuk mengayuh biduk perusahaan ke arah yang sama, sehinga energi yang timbul bisa terkonsolidasi dengan baik dan tujuan bisa lebih cepat terealisasi.
Lakukan Sosialisasi. Setelah tujuan ditentukan, tujuan tersebut perlu disosialisasikan ke semua orang dalam perusahaan dari jajaran yang paling terdepan sampai jajaran yang tertinggi.
Sosialisasi bisa dilakukan dengan slogan yang disebar melalui berbagai media ke seluruh karyawan. Namun, slogan saja tidaklah cukup tindakan dan kata-kata yang diucapkan dengan tulus yang disosialisasikan secara berulang-ulang akan jauh lebih ampuh dari pada sekadar menyebar slogan dalam berbagai media komunikasi.
Antisipasi dan Hilangkan Hambatan. Dalam setiap upaya perubahan, hambatan merupakan hal yang wajar ditemui, namun tak perlu dicemasi. Hambatan terbesar biasanya datang dari orang-orang yang pesimis dan sinis terhadap hasil yang akan diraih melalui perubahan. Dengan ”memperlihatkan” perencanaan yang rinci, dan strategi yang efektif, karyawan bisa ”merasa” yakin bahwa hambatan bisa diantisipasi dan dan diatasi untuk mempermudah ”melaksanakan” tindakan perubahan.
Petakan Kemenangan-Kemenangan Kecil. Pesimisme dan kesinisan sekelompok tertentu yang meragukan keberhasilan perubahan yang digulirkan bisa dipadamkan dengan memetakan dan menghargai kemenangan-kemenangan kecil yang berhasil diraih dalam perjalanan menuju sukses. Jadi, hasil yang akan diraih melalui sebuah perubahan besar perlu dipecah menjadi kemenangan-kemenangan kecil sehingga lebih mudah untuk dicapai, seperti menapak anak-anak tangga secara bertahap. Pimpinan perlu ”memperlihatkan” kesungguhan mereka untuk menghargai setiap kemenangan kecil yang berhasil diraih (misalnya: baik dengan pujian yang lisan, piagam penghargaan, insentif, kenaikan gaji, promosi), sehingga para karyawan ”merasa” tetap bersemangat untuk terus melaju ”melaksanakan” perubahan.
Hembuskan Perubahan dalam Gelombang. Perubahan perlu digulirkan secara bergelombang agar dampaknya juga bisa lebih positif dari pada perubahan besar yang digulirkan dalam satu gelombang saja. Perubahan yang digulirkan, perlu memiliki dampak domino yang menggulirkan gelombang-gelombang perubahan lain sehingga biduk perusahaan bisa melaju dengan lebih lancar untuk merealisasi visi yang telah ditetapkan. Langkah ini juga perlu diterapkan dengan ”memperlihatkan” gelombang tindakan yang terlihat nyaman untuk dilakukan (karena diterapkan dalam gelombang kecil). Hal ini diharapkan bisa menumbuhkan ”perasaan” positif (rasa percaya diri tinggi) yang dapat mendorong karyawan untuk ”melaksanakan” perubahan tersebut.
Tanamkan Budaya Kerja yang Menunjang. Perubahan bisa jadi hanya tinggal nama saja jika tidak ditunjang dengan tindakan nyata. Tindakan akan lebih efektif dan lebih mudah diterapkan jika sudah membudaya. Jadi, pimpinan dan tim pelopor perlu menanamkan budaya kerja yang sesuai untuk menggulirkan perubahan. Karyawan bisa dididik untuk tidak takut pada perubahan, karena perubahan merupakan satu keharusan. Karyawan juga bisa dididik untuk selalu siap menghadapi perubahan dan mengambil manfaat dari setiap perubahan yang terjadi. Menanamkan budaya perubahan tidak semudah membalikan tangan, tapi bukan berarti tidak mungkin untuk dilakukan. Sosialisasi melalui pelatihan-pelatihan ataupun teladan nyata dari para pimpinan perlu terus-menerus ”diperlihatkan”, sehingga karyawan bisa ”merasakan” komitmen pimpinan, dan bersedia ”melaksanakan” perubahan yang telah disepakati.
Seandainya aku menjadi seorang pemimpin sebuah perusahaan maka tentu saja aku harus mempunyai Visi, misi, Tujuan dan Strategi apa yang aku harus jalankan agar perusahaan yang aku pimpin tambah maju dan berkembang. Sebagai seorang Direktur tentu saya harus menguasai permasalahan serta menguasai secara mendalam kondisi perusahaan yang akan saya pimpin.
Seperti yang kita ketahui bahwa visi itu adalah cita – cita maka ababila Saya menjadi seorang Direktur maka visi saya adalah : menjadikan perusahaan yang saya pimpin menjadi perusahaan yang dapat diandalkan oleh perusahaan lain serta mensejakterakan anggota/ karyawan saya.
Untuk mewujudkan visi tersebut maka tentunya saya harus mempunyai misi. Adapun arti dari misi itu adalah bagaimana cara kita agar cita- cita yang kita inginkan terwujud (bagaimana menggarap cita- cita). Adapun misi saya seandainya saya menjadi Direktur adalah : Menyelenggarakan pengelolaan perusahaan, pengembangan, dan pemanfaatan perusahaan secara baik dan inovatif, sehingga tercapai pemanfaatan optimal dan memperoleh hasil yang dapat digunakan untuk menumbuh-kembangkan perusahaan yang akhirnya memberi konstribusi berupa keuntungan bagi perusahaan dan karyawan itu sendiri.
Dalam rangka pencapaian cita – cita tersebut maka saya beserta seluruh perangkat perusahaan yang dimotori oleh Saya sebagai seorang Direktur membuat strategi dan taktik serta analisa lapangan yang dilanjutkan dengan perencanaan tugas lapangan, working plan meliputi langkah-langkah kerja, jadwal serta penanggung jawab, yang didalam perusahaan sering disebut sebagai Plan, Do, Check, Action (PDCA) atau Planning, Organizing, Actuiting, Controling (POAC), dengan pengertian yang sederhana adalah : ada perencanaan, ada organisasinya, dikerjakan, dievaluasi/dikontrol.
Perusahaan yang efektif dan efisien dalam mencapai tujuannya harus dikelola secara profesional. Pengelolaan perusahaan yang profesional akan membentuk budaya organisasi/ perusahaan yang profesionai pula, sebaliknya organisasi/ perusahaan yang seadanya dan sekedar amatiran, tanpa pemikiran yang mendalam, sistematis, serta strategis yang tepat akan menghasilkan budaya organisasi/ perusahaan yang seadanya dan efektifitas dari pencapaian tujuan organisasi/ perusahaan yang kurang baik.
Hal ini dapat dilihat dari sudut pencapaian tujuan yang dapat menyimpang dan tidak sesuai dengan visi, misi, dan tujuan, serta target waktu yang lamban dan cepat atau lambat akan ketinggalan malahan bisa menimbulkan kegagalan.
Staretegi yang akan saya jalankan untuk mewujudkan visi saya sebagai seorang direktur adalah langsung Melihat, Merasakan, dan Melakukan Perubahan.
Melihat, strategi melihat yang saya maksud disini adalah Saya sebagai pimpinan perusahaan/ Direktur melihat langsung bagaimana bawahan/ karyawan saya memberikan pelayanan kepada klien/ pelanggan. Seorang pimpinan puncak perusahaan yang menginginkan adanya perubahan kualitas layanan kepada pelanggan, yang harus diterapkan di seluruh jajaran perusahaan, berhasil membuat karyawan ”melihat” urgensi untuk berubah dengan memperlihatkan video yang melibatkan pelanggan, baik yang masih setia ataupun pelanggan yang sudah meninggalkan perusahaan. Dengan melihat langsung, kita dapat menilai buruknya kualitas layanan kepada pelanggan, Saya juga sebagai Direktur juga akan mencoba menginterview terhadap pelanggan-pelanggan yang kecewa dan sakit hati terhadap layanan yang diberikan. Para pelanggan juga diharapkan menceritakan bagian-bagian mana yang membuat mereka tidak puas, dan kenapa mereka berniat untuk pindah ke perusahan lain, saya berharap pelanggan saya mau bercerita tentang keburukan layanan perusahaan. Dengan cara melihat itu, kita akan mecoba melakukan pelayanan yang lebih baik lagi.
Staretegi berikutnya adalah merasakan, Urgensi yang berhasil ”diperlihatkan” kepada pimpinan dan karyawan di seluruh jajaran perusahaan akan membuat mereka ”merasakan” perlunya dilakukan berbagai perubahan untuk memecahkan masalah yang sudah terjadi ataupun yang akan terjadi. ”Perasaan” mempunyai kekuatan yang lebih dahsyat dari pada sekadar membaca angka-angka dalam laporan statistik ataupun laporan bulanan. ”Perasaan” atau emosi yang kuat seperti inilah yang perlu dibangkitkan oleh pimpinan untuk menggerakkan para pendukung untuk melakukan perubahan. Misalnya: Karyawan dalam ilustrasi pertama, yang telah berhasil dibuat untuk ”melihat” dampak yang luar biasa dari kualitas pelayanan yang buruk, ”merasa” bahwa perubahan kualitas layanan memang merupakan hal yang kritis untuk dilakukan. Kalau perubahan tidak dilakukan maka pelanggan akan lari dan perusahaan akan kehilangan kesempatan untuk membukukan keuntungan yang berakibat pada tutupnya usaha dan hilangnya kesempatan kerja bagi kita semua.
Staretegi berikut yang akan saya jalankan adalah melakukan perubahan. Setelah emosi kuat untuk berubah tumbuh disetiap hati sanubari para karyawan kami, maka sebagai seorang pemimpin. Direktur perlu memberikan arah dan pedoman bagi para pendukung (Seluruh anggota/ Karyawan) untuk melakukan perubahan. Arah dan pedoman ini akan saya bentuk dalam sebuah tim.Tim inilah yang akan berfungsi sebagai tim sukses untuk melakukan perubahan yang akan digulirkan diperusahaan kami ini.
Anggota dari tim ini akan saya diambil dari berbagai divisi di perusahaan kami , sehingga dapat merepresentasikan dan dapat mewadahi aspirasi semua bagian terkait. Umumnya mereka adalah pimpinan/ manajer di masing- masing bidang/ divisi, sehingga mempunyai otoritas juga untuk menggulirkan perubahan dari atas ke bawah di bagian yang menjadi tanggung jawab mereka masing-masing. Kriteria lain dari tim sukses untuk melakukan perubahan adalah: kepemimpinan, integritas, dan keluasan jaringan hubungan dengan karyawan dalam divisinya dan antardivisi.
Ketiga prinsip di atas: ”Melihat”, ”Merasakan” dan ”Melakukan perubahan” saya usahakan tidak bermuara pada pendekatan manajemen, teknis, anggaran, ataupun pendekatan ilmiah yang canggih lainnya, melainkan bermuara pada manusia-manusia yang terlibat dalam perubahan tersebut. Dengan demikian langkah yang diambil juga haruslah yang berujung pada perubahan sikap ”manusia”.
Tentukan Tujuan. Yang terpenting untuk ditentukan juga dalam sebuah perubahan adalah tujuah dari perubahan tersebut, atau dalam bahasa ”gaul” di dunia bisnis adalah ”Visi”.
Jika visi telah ”diperlihatkan” dan ”dirasakan” oleh seluruh jajaran, bisa lebih mudah dipahami dan dihayati. Dengan demikian seluruh karyawan bisa saling termotivasi untuk ”melaksanakan” upaya untuk mengayuh biduk perusahaan ke arah yang sama, sehinga energi yang timbul bisa terkonsolidasi dengan baik dan tujuan bisa lebih cepat terealisasi.
Lakukan Sosialisasi. Setelah tujuan ditentukan, tujuan tersebut perlu disosialisasikan ke semua orang dalam perusahaan dari jajaran yang paling terdepan sampai jajaran yang tertinggi.
Sosialisasi bisa dilakukan dengan slogan yang disebar melalui berbagai media ke seluruh karyawan. Namun, slogan saja tidaklah cukup tindakan dan kata-kata yang diucapkan dengan tulus yang disosialisasikan secara berulang-ulang akan jauh lebih ampuh dari pada sekadar menyebar slogan dalam berbagai media komunikasi.
Antisipasi dan Hilangkan Hambatan. Dalam setiap upaya perubahan, hambatan merupakan hal yang wajar ditemui, namun tak perlu dicemasi. Hambatan terbesar biasanya datang dari orang-orang yang pesimis dan sinis terhadap hasil yang akan diraih melalui perubahan. Dengan ”memperlihatkan” perencanaan yang rinci, dan strategi yang efektif, karyawan bisa ”merasa” yakin bahwa hambatan bisa diantisipasi dan dan diatasi untuk mempermudah ”melaksanakan” tindakan perubahan.
Petakan Kemenangan-Kemenangan Kecil. Pesimisme dan kesinisan sekelompok tertentu yang meragukan keberhasilan perubahan yang digulirkan bisa dipadamkan dengan memetakan dan menghargai kemenangan-kemenangan kecil yang berhasil diraih dalam perjalanan menuju sukses. Jadi, hasil yang akan diraih melalui sebuah perubahan besar perlu dipecah menjadi kemenangan-kemenangan kecil sehingga lebih mudah untuk dicapai, seperti menapak anak-anak tangga secara bertahap. Pimpinan perlu ”memperlihatkan” kesungguhan mereka untuk menghargai setiap kemenangan kecil yang berhasil diraih (misalnya: baik dengan pujian yang lisan, piagam penghargaan, insentif, kenaikan gaji, promosi), sehingga para karyawan ”merasa” tetap bersemangat untuk terus melaju ”melaksanakan” perubahan.
Hembuskan Perubahan dalam Gelombang. Perubahan perlu digulirkan secara bergelombang agar dampaknya juga bisa lebih positif dari pada perubahan besar yang digulirkan dalam satu gelombang saja. Perubahan yang digulirkan, perlu memiliki dampak domino yang menggulirkan gelombang-gelombang perubahan lain sehingga biduk perusahaan bisa melaju dengan lebih lancar untuk merealisasi visi yang telah ditetapkan. Langkah ini juga perlu diterapkan dengan ”memperlihatkan” gelombang tindakan yang terlihat nyaman untuk dilakukan (karena diterapkan dalam gelombang kecil). Hal ini diharapkan bisa menumbuhkan ”perasaan” positif (rasa percaya diri tinggi) yang dapat mendorong karyawan untuk ”melaksanakan” perubahan tersebut.
Tanamkan Budaya Kerja yang Menunjang. Perubahan bisa jadi hanya tinggal nama saja jika tidak ditunjang dengan tindakan nyata. Tindakan akan lebih efektif dan lebih mudah diterapkan jika sudah membudaya. Jadi, pimpinan dan tim pelopor perlu menanamkan budaya kerja yang sesuai untuk menggulirkan perubahan. Karyawan bisa dididik untuk tidak takut pada perubahan, karena perubahan merupakan satu keharusan. Karyawan juga bisa dididik untuk selalu siap menghadapi perubahan dan mengambil manfaat dari setiap perubahan yang terjadi. Menanamkan budaya perubahan tidak semudah membalikan tangan, tapi bukan berarti tidak mungkin untuk dilakukan. Sosialisasi melalui pelatihan-pelatihan ataupun teladan nyata dari para pimpinan perlu terus-menerus ”diperlihatkan”, sehingga karyawan bisa ”merasakan” komitmen pimpinan, dan bersedia ”melaksanakan” perubahan yang telah disepakati.